Jumat, 21 Juni 2013

Catatan Dongah Miza: Resolusi Konflik Horizontal di Provinsi Lampung

Catatan Dongah Miza: Resolusi Konflik Horizontal di Provinsi Lampung: Seminar Daerah “Resolusi Konflik Horizontal di Provinsi Lampung” Jum’at, 21 Juni 2013 telah dilaksanakanya kegiatan Seminar Nas...

Resolusi Konflik Horizontal di Provinsi Lampung



Seminar Daerah
“Resolusi Konflik Horizontal di Provinsi Lampung”

Jum’at, 21 Juni 2013 telah dilaksanakanya kegiatan Seminar Nasional yang dimulai dari pukul 09.00-11.30 di gedung B.3.1 Fisip Universitas Lampung yang dilak sanakan Oleh yayasan Cita Anak bangsa yang diketuai Oleh bapak Dr. Dedi hermawan.
Kegiatan ini membahas tentang Konflik-konflik yang terjadi di Provinsi lampung, yang dihadiri oleh mahasiswa FISIP Universitas lampung dan di moderator oleh bapak Darmawan Purba, M.I.P (Dosen Ilmu Pemerintahan. Dalam mengisi acara Semenar daerah ini ada tiga narasumber yang hadir dan member pandangan masing-masing tentang Konflik horizontal yang terjadi dan bagai mana menanggulanginya.
Yang pertama di sampaikan Oleh bapak  Qodratul Ikhwan dari Kesbangpol provinsi lampung, ia menjelaskan bahwa Akar konflik social diantaranya adanya ketidak puasan batin, kecemburuan, kebencian, masalah  dan ekonomi prinsip-prinsip penanggungan konflik dilampung dengan melakukan pembinaan kerukunan. Dia pun menyatakan bahwah konplik terjadi merata di provinsi lampung.
Selanjutnya penjelasan tentang konflik ini disampaikan oleh bapak Bryan Benteng S.I.k Perwakilan dari POLDA Lampung, ia member pendapat bahwa Konflik dapat meluas dan membesar  ini di sebabkan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan Polda lampung telah melakukan pemetaan potensi konflik dan memberikan 2 cara bagai mana menyelesaikan konflik itu, yang pertama melalui kesepakatan dan yang kedua dengan cara pendekatan Hukum.
Kemudian pemaparan dari Akademisi yang disampaikan Oleh Bapak Budi Kurniawan S.Ip, M.A dan ia memberikan Penjelasan tentang Demokrasi, ia menjelaskan bahwa demokrasi adalah alat untuk meredam konflik dan partai politik adalah sumber konflik, selanjutnya resolusi konflik dapat diwujudkan dengan cara Birokrasi Representasi. Menjadikan demokrasi sesuai dengan fungsinya, partai politik modern dan kandidat yang perang program ketimbang politisasi etnis.
Selanjutnya diskusi seminar berkembang pada konteks konflik yang semakin intens terjadi di Provinsi Lampung. Secara umum permasalahan konflik lebih disebabkan adanya pergeseran sikap dan prilaku masyarakat. Pemicu konflik bisa saja berupa (1) kesenjangan ekonomi, (2) pemahanman akan perbedaan budaya antara etnis yang salah kaprah, (3) ego kesukuan dan (4) proses politik didaerah yang berlangsung secara primordial, serta berbagai alasan lainnya yang dipengaruhi perubahan gaya hidup masyarakat yang dulunya guyup, kebersamaan, gotong-royong saat ini berubah menjadi individualistic dan mementingkan kelompok tersendiri. Selain itu juga penyelanggaraan pemerintahan yang koruptif,

nepotisme menyebabkan upaya-upaya pembangunan di daerah tidak dimiliki oleh seluruh entitas masyarakat yang ada.
Oleh karena itu dalam kerangkan, mencegah, mengatasi dan menyelesaikan konfik-konflik horizontal yang terjadi diperlukan beberapa upaya serius dan perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah daerah, kepolisian, tokoh adat, akademisi, serta mahasiswa dan pemuda untuk berperan aktif dalam membangun kebersamaan dalam keberagaman, serta senantiasa berpegang pada prinsip bersaing seraya membangun daerah. Beberapa hal tersebut, antara lain:
1.          Penguatan pemahaman dan pola pikir masyarakat dalam berkehidupan multikultural
2.         Memfungsikan tokoh-tokoh adat dan tokoh masyarakat untuk menjembatani berbagai perbedaan diantara kelompok masyarakat.
3.       Maksimalisasi pembangunan daerah secra adil dan merata serta secara kongrit mengurabgi angka pengangguran dan kemiskinan;
4.          Konsistensi dalam penegakan hukum, secara adil dan bijaksana.
5.    Membangun komunikasi lintas budaya secaranyata dan terorganisir melalui kegiatan-kegiatan lintas budaya dan etnis.
6.   Penguatan demokrasi secara jasmani dan rohani, dimana elit-elit politik menunjukkan pola berpolitik yang santun dan mengedepankan kepentingan masyarakat disbandingkan kepentingan kelompok politik tertentu.
7.   Membangun pendidikan yang berorientasi pada penanaman nilai-nilai keberagaman melalui kurikulum pendidikan sedini mungkin.
8.     Serta berbagai hal lainnya yang mendorong pembangunan kehidupan masyarakat yang harmonis dan bermartabat.