Ombak dikenal sebagai gelombang dalam (internal wave).
Fenomena ini juga ada dalam bidang meteorologi, dimana gelombang
menjalar pada lapisan antar muka antara udara yang hangat dan dingin
(lihat gambarnya di sini dan sini, karena kedua bidang ilmu ini memang
memiliki banyak kesamaan yaitu sama-sama berkecimpung dengan fluida.
Para ahli meteorologi lebih banyak berkecimpung dengan fluida dalam
bentuk gas yaitu atmosfer, sedangkan para ahli oseanografi lebih banyak
berkecimpung dengan fluida dalam bentuk cair yaitu air laut.
Pembahasan
mengenai gelombang dalam oseanografi secara umum dapat dibagi menjadi 2
bagian yaitu gelombang permukaan dan gelombang internal. Gelombang
permukaan adalah fenomena yang akan kita temui ketika mengamati
permukaan air laut, dan biasa disebut sebagai ombak. Salah satu faktor
yang menyebabkan terjadinya ombak adalah hembusan angin, disamping ada
pula faktor lain seperti pasang surut laut yang terjadi akibat adanya
gaya tarik bulan dan matahari.
Sebagai
negara yang lebih dari 2/3 wilayahnya berupa perairan, Indonesia
tentunya harus mampu mengolah potensi perairan yang ada. Tidak hanya
dari potensi sumber daya hayati yang ada, tetapi juga dari potensi
energi ombak yang dimilikinya. Sehingga dibahas mengenai potensi energi
gelombang di salah satu daerah di Indonesia dan kemungkinan
pengembangannya sebagai pembangkit listrik tenaga ombak yang komersial.
Daerah
Sabang dipilih sebagai lokasi yang cukup potensial karena lokasinya
berdekatan dengan Samudra Hindia serta daerah ini tidak berhadapan
dengan banyak pulau yang dapat mengurangi energi yang terkandung dalam
gelombang. Selain itu data yang diperoleh pada daerah ini cukup baik dan
lengkap. Data yang diperoleh berupa data angin setiap 3 jam selama
setahun. Dari data angin ini, diolah menjadi data gelombang melalui
beberapa tahapan prosedur.
Data
gelombang yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar gelombang
terjadi dalam arah barat dan timur, serta sebagian kecil dalam arah
barat daya. Sedangkan energi gelombang yang dominan hanya terdapat pada
arah barat dan timur, karena pada arah barat daya gelombang yang terjadi
hanya memiliki ketinggian dan perioda yang kecil.
Ternyata ombak punya kekuatan yang luar biasa. Itulah sebabnya orang Portugal membangun Agucadoura, pembangkit listrik tenaga ombak pertama di dunia di pesisir pantai portugal.
Contoh Ombak :
Pembakngkit listrik tenaga ombak
ini mempunyai Tiga Wave Converters yang menghasilkan listrik sebesar
2.25MW. Konstruksi alat ini yang berasal dari besi akan naik turun
bersama ombak.
Ternyata
bagian yang mengapung mempunyai Piston Hidrolik yang menancap di dasar
laut, ketika alat yang mengapung naik turun karena ombak, Piston
Hidrolik juga terpompa, inilah yang menghasilkan tenaga listrik.
Tenaga listrik yang dihasilkan akan ditransfrer melalui kabel bawah air yang terhubung dengan stasiun listrik di tepi pantai.
Kumpulan pembangkit listrik tenaga ombak
ini di-klaim bisa mencukupi kebutuhan listrik 1500 rumah. Perkiraan
jika kita menaruh alat yang lebarnya 459 kaki ini di seluruh perairan di
didunia, kita dapat menghasilkan listrik sebesar 2 Tera Watts. Itu bisa mencukupi dua kali lipat kebutuhan listrik seluruhdunia.
Itu baru perkiraan saja sih tapi proyek ini cukup menjanjikan, karena disamping ramah lingkungan, pembangkit listrik tenaga ombak ini bisa jadi solusi krisis energi dunia.
Menurutnya teknologi yang digunakan PLTO Baron, pada prinsipnya
serupa dengan yang dikembangkan di daerah Toftestailen, Norwegia. Namun ia para peneliti lainnya di Indonesia kini sedang mempersiapkan software (piranti lunak) yang unik, lain dari pada yang lain.
serupa dengan yang dikembangkan di daerah Toftestailen, Norwegia. Namun ia para peneliti lainnya di Indonesia kini sedang mempersiapkan software (piranti lunak) yang unik, lain dari pada yang lain.
Instalasi
PLTO terdiri dari tiga bangunan utama, yakni saluran masukan air,
reservoir (penampungan), dan pembangkit. Dari ketiga bangunan tersebut,
unsur yang terpenting adalah pada tahap pemodifikasian bangunan saluran
masukan air yang tampak berbentuk U. Sebab, ia bertujuan untuk menaikkan
air laut ke reservoir.
Bangunan
untuk memasukkan air laut ini terdiri dari dua unit, kolektor dan
konverter. Kolektor berfungsi menangkap ombak, menahan energinya
semaksimum mungkin lalu memusatkan gelombang tersebut ke konverter.
Konverter
yang didesain berbentuk saluran yang runcing di salah satu ujungnya ini
selanjutnya akan meneruskan air laut tersebut naik menuju reservoir.
Karena bentuknya yang spesifik ini, saluran tersebut dinamakan Tapchan
(Tappered channel).
Setelah
air tertampung pada reservoir, proses pembangkitan listrik tidak
berbeda dengan mekanisme kerja yang ada pada Pembangkit Listrik Tenaga
Air (PLTA). Air yang sudah terkumpul itu diterjunkan ke sisi bangunan
yang lain. Energi potensial inilah yang berfungsi menggerakkan atau
memutar turbin pembangkit listrik.
Dengan
demikian, keuntungan yang didapat dari teknologi PLTO ini antara lain,
selain hemat biaya dari segi investasi maupun operasional, juga
bermanfaat bagi lingkungan hidup. "PLTO ini tidak mengeluarkan limbah
berupa padat, cair, maupun gas, "tutur Andjar. Seperti halnya pada PLTA,
maka PLTO pun bisa dimanfaatkan untuk membudidayakan ikan air laut.
Sebab, pada bangunan reservoirnya banyak sekali mengandung oksigen
akibat gerakan air laut naik menuju reservoir tersebut.
Ditanjau
dari sudut wisata, PLTO Baron diharapkan semakin menambah kashanah
wisata ilmiah di lokasi tersebut. Dengan kata lain tidak tertutup
kemungkinan kalau Pantai Baron nantinya bisa menjadi objek wisata
ilmiah, suatu wisata yang menawarkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan
hal tersebut, Pelamis 750 kW diletakkan melintang dari barat ke timur
sehingga dapat menyerap energi dari kedua lokasi tersebut. Tiap unit
Pelamis 750 kW dapat menghasilkan output energi sebanyak 79,5% dari
energi gelombang yang tersedia pada seluruh arah. Faktor kapasitas dari
divais ini hanya sebesar 8%.
Untuk
pembangunan pembangkit listrik tenaga ombak komersial, rating daya dari
Pelamis diturunkan menjadi 100 kW dan efisiensinya diasumsikan bernilai
tetap 80%. Sehingga faktor kapasitas dari tiap unit Pelamis 100 kW
meningkat menjadi 60,10%.
Pembangkit
listrik yang didesain terdiri atas 180 unit Pelamis 100 kW, sehingga
memiliki rating daya 18 MW dan dapat menghasilkan energi listrik sebesar
94.825,8 MWh/tahun. Dengan asumsi tertentu, estimasi biaya untuk
pembangunan pembangkit ini adalah $146 juta. Dengan memperhitungkan
biaya operasional dan pemeliharaan, biaya overhaul dan penggantian, dan
discount rate sebesar 5%, diperoleh harga listrik dari pembangkit ini
adalah 21,60 sen/kWh.
Ombak
di laut (sea waves) mungkin saat ini hanya berguna dan disukai oleh
para surfer (peselancar) tapi tidak lama lagi, ombak juga akan digunakan
untuk pembangkit tenaga listrik.
Pemerintah
Irlandia berencana untuk mengkonversikan ombak menjadi pembangkit
tenaga listrik dengan kapasitas 75 megawatss di tahun 2012. Dan pada
tahun 2020, kapasitasnya akan ditingkatkan menjadi 500
megawatss.Teknologi ini membutuhkan biaya yang lebih banyak dibandingkan
dengan menggunakan sumber lainnya seperti angin karena kontruksi yang
dibangun harus tahan terhadap ombak itu sendiri, air laut yang asin
(bergaram) dan juga badai (storm). Selain Irlandia, Portugal juga sedang
mengerjakan 3 unit pembangkit listrik dengan kapasitas 750 megawatss di
Agucadora Wave Park.
Krisis
energi telah diprediksikan akan melanda dunia pada tahun 2015. Hal ini
dikarenakan semakin langkanya minyak bumi dan semakin meningkatnya
permintaan energi. Untuk itu diperlukan sebuah terobosan untuk
memanfaatkan energi lain, selain energi yang tidak terbarukan. Karena
kalau kita tergantung pada energi tidak terbarukan, maka di masa depan
kita juga akan kesulitan untuk memanfaatkan energi ini karena
keterbatasan populasi dari energi tersebut.
Untuk
itu kita akan mencoba menggali informasi tentang tenaga ombak yang
sebenarnya sudah dimanfaatkan oleh banyak negara, termasuk Indonesia.
Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) dan Pemerintah Norwegia sejak tahun 1987, terlihat
bahwa banyak daerah-daerah pantai yang berpotensi sebagai pembangkit
listrik bertenaga ombak. Ombak di sepanjang Pantai Selatan Pulau Jawa,
di atas Kepala Burung Irian Jaya, dan sebelah barat Pulau Sumatera
sangat sesuai untuk menyuplai energi listrik. Kondisi ombak seperti itu
tentu sangat menguntungkan, sebab tinggi ombak yang bisa dianggap
potensial untuk membangkitkan energi listrik adalah sekitar 1,5 hingga 2
meter, dan gelombang ini tidak pecah hingga sampai di pantai. Potensi
tingkat teknologi saat ini diperkirakan bisa mengonversi per meter
panjang pantai menjadi daya listrik sebesar 20-35 kW (panjang pantai
Indonesia sekitar 80.000 km, yang terdiri dari sekitar 17.000 pulau, dan
sekitar 9.000 pulau-pulau kecil yang tidak terjangkau arus listrik
nasional, dan penduduknya hidup dari hasil laut). Dengan perkiraan
potensi semacam itu, seluruh pantai di Indonesia dapat menghasilkan
lebih dari 2~3 Terra Watt Ekuivalensi listrik, bahkan tidak lebih dari
1% panjang pantai Indonesia (~800 km) dapat memasok minimal ~16 GW atau
sama dengan pasokan seluruh listrik di Indonesia tahun ini.
Untuk
sistem mekaniknya, PLTO dikenal memakai teknologi OWC (Oscillating Wave
Column). Untuk OWC ini ada dua macam, yaitu OWC tidak terapung dan OWC
terapung. Untuk OWC tidak terapung prinsip kerjanya sebagai berikut.
Instalasi OWC tidak terapung terdiri dari tiga bangunan utama, yakni
saluran masukan air, reservoir (penampungan), dan pembangkit. Dari
ketiga bangunan tersebut, unsur yang terpenting adalah pada tahap
pemodifikasian bangunan saluran masukan air yang tampak berbentuk U,
sebab ia bertujuan untuk menaikkan air laut ke reservoir.
Bangunan
untuk memasukkan air laut ini terdiri dari dua unit, kolektor dan
konverter. Kolektor berfungsi menangkap ombak, menahan energinya
semaksimum mungkin, lalu memusatkan gelombang tersebut ke konverter.
Konverter yang didesain berbentuk saluran yang runcing di salah satu
ujungnya ini selanjutnya akan meneruskan air laut tersebut naik menuju
reservoir. Karena bentuknya yang spesifik ini, saluran tersebut
dinamakan tapchan (tappered channel).
Setelah
air tertampung pada reservoir, proses pembangkitan listrik tidak
berbeda dengan mekanisme kerja yang ada pada pembangkit listrik tenaga
air (PLTA). Air yang sudah terkumpul itu diterjunkan ke sisi bangunan
yang lain. Energi potensial inilah yang berfungsi menggerakkan atau
memutar turbin pembangkit listrik. OWC ini dapat diletakkan di sekitar
~50 m dari garis pantai pada kedalaman sekitar ~15 m.
Selain
OWC tidak terapung, kita juga mengenal OWC tidak terapung lain seperti
OWC tidak terapung saat air pasang. OWC ini bekerja pada saat air pasang
saja, tapi OWC ini lebih kecil. Hasil survei hidrooseanografi di
wilayah perairan Parang Racuk menunjukkan bahwa sistem akan dapat
membangkitkan daya listrik optimal jika ditempatkan sebelum gelombang
pecah atau pada kedalam 4-11 meter. Pada kondisi ini akan dapat dicapai
putaran turbin antara 3000-700 rpm. Posisi prototip II OWC (Oscillating
Wave Column) masih belum mencapai lokasi minimal yang disyaratkan,
karena kesulitan pelaksanaan operasional alat mekanis. Posisi ideal akan
dicapai melalui pembangunan prototip III yang berupa sistem OWC apung.
Untuk OWC terapung, prinsip kerjanya sama seperti OWC tidak terapung,
hanya saja peletakannya yang berbeda.
Ini merupakan contoh gambar cara kerja PLTO :
Energi
tidal juga merupakan salah satu macam dari energi ombak. Kelemahan
energi ini diantaranya adalah membutuhkan alat konversi yang handal yang
mampu bertahan dengan kondisi lingkungan laut yang keras yang
disebabkan antara lain oleh tingginya tingkat korosi dan kuatnya arus
laut.
Saat
ini baru beberapa negara yang yang sudah melakukan penelitian secara
serius dalam bidang energi tidal, diantaranya Inggris dan Norwegia. Di
Norwegia, pengembangan energi ini dimotori oleh Statkraft, perusahaan
pembangkit listrik terbesar di negara tersebut. Statkraft bahkan
memperkirakan energi tidal akan menjadi sumber energi terbarukan yang
siap masuk tahap komersial berikutnya di Norwegia setelah energi hidro
dan angin. Keterlibatan perusahaan listrik besar seperti Statkraft
mengindikasikan bahwa energi tidal memang layak diperhitungkan baik
secara teknologi maupun ekonomis sebagai salah satu solusi pemenuhan
kebutuhan energi dalam waktu dekat.